Friday, May 16, 2014

Sinopsis You're All Surrounded Episode 2 Part 1


You’re All Surrounded Episode 2 – 1 : Alasan Mengapa Kami Bukanlah Detektif


Keenam orang itu menuju TKP dengan menggunakan mobil, tapi terhalang oleh mobil-mobil yang mengular hingga jauh ke belakang. Soo Sun heran sekaligus kagum pada area Gangnam, yang belum juga siang, sudah macet panjang.

Pan Seok yang tak sabar, menyuruh sirene dikeluarkan. Soo Sun langsung sigap dan mengeluarkan lampu sirene. Tae Il terbelalak melihat sirene itu dan mencoba mencegah Soo Sun. Tapi terlambat, sirene itu sudah terpasang di atap mobil.

Pada saat yang sama, mobil bergerak, dan sirene itu pecah. Soo Sun terkesiap melihat sirene itu pecah. “Aku benar-benar telah meletakkan sirene itu!” katanya pada Eung Do.




Ji Gook melongok keluar, dan menjerit separuh menangis melihat sirene yang bertempelkan stiker Starbuck, “Itu limited edition! Padahal aku harus antri selama dua jam untuk membelinya!”

Semua bingung dengan jeritan Ji Gook. Memang itu sirene apa? Tae Il yang menjelaskan, “Barang itu adalah (gelas) limited edition dari Starbuck.”


Hahaha.. Soo Sun hanya bisa garuk-garuk kepala mendengar celetukan Eung Do, “Kenapa kau bawa barang itu, padahal kau disuruh membawa sirene?”

Tak ada sirene, jadi harus bagaimana? Percayakan saja pada Pan Seok. Pan Seok menyuruh semua orang mengeluarkan borgolnya.


Dan, wow! Ketika mereka melambaikan borgol-borgol itu, mobil-mobil di depan melipir ke pinggir, memberikan jalan untuk mobil mereka agar bisa lewat. Anak-anak baru minus Dae Gu, terkagum-kagum melihat cara itu ternyata efektif juga untuk menyibak kemacetan.


Tak butuh waktu lama agar mereka bisa sampai ke TKP. Yang menyebabkan kemacetan itu adalah dua orang preman sedang duduk di kursi, berhadap-hadapan. Tak ada yang mereka lakukan selain duduk diam.
Namun mereka langsung kabur dengan mobilnya saat melihat mobil Pan Seok. Polisi!


Dan terjadilah adegan kejar-kejaran yang kita lihat di episode 1 yang memakan korban Ji Gook yang ditinggal di jalan karena Pan Seok menggantikannya menyetir mobil dan Soo Seon yang muntah-muntah karena Pan Seok menyetir seperti kesetanan.


Hingga akhirnya salah satu preman itu berhasil menyandera Ji Gook dengan golok di tangan, membuat polisi lainnya tak berani mengambil resiko. Kecuali Dae Gu yang tanpa ragu mengeluarkan pistol dan mengarahkannya pada preman itu.


Tapi semua berteriak melarang Dae Gu melakukannya. Preman itu tak main-main dengan goloknya dan peluru juga bisa mengenai Ji Gook. Dae Gu pun menurunkan pistol.


Untuk kemudian mengambil pistol lainnya dan tanpa ba bi bu, langsung menembakkan ke arah preman itu dan Ji Gook.


Keduanya jatuh terkapar karena tembakan itu mengenai Ji Gook. Tapi Ji Gook tak tewas, hanya jatuh dan menimpa Preman itu. Pistol itu ternyata pistol peredam kejut yang hanya melumpuhkan keduanya. Fiuhh...

Kasus selesai dan mereka pun kembali ke kantor yang penuh dengan pelapor dan terlapor. Kasus yang sering terjadi di Gangnam? Kasus dari anak-anak orang kaya hingga perkelahian dari para cewek-cewek tentang bintang pujaannya. (“Oppaku lebih keren dari oppamu”).


Tapi kedua kubu fangirls yang berseteru itu langsung menjadi satu saat melihat kedatangan P4. Mereka pun menjerit-jerit, “Oppaaa, kau sangat tampan sekali!” dan memotretnya.


Ji Gook yang mulanya kegeeran mengira cewek-cewek itu memujinya, langsung bersungut-sungut setelah ia disuruh minggir karena ia menutupi Tae Il. “Aigoo.. mereka benar-benar tak tahu bagaimana pria sejati itu.”


Tae Il tersenyum kecil dan memuaskan keinginan mereka. Hanya dengan menunduk dan menyentuh tanaman, para cewek-cewek itu histeris dan berebut memotret si pria tampan itu. Hahaha.. Tae Il narsis juga..


Soo Sun yang risih melihat cewek-cewek itu, langsung berdiri dan berkomentar, “Hei, hei, hei! Apa orang tua kalian mengetahui tabiat kalian yang seperti ini?” Bukannya marah, cewek-cewek itu malah berteriak kegirangan melihat ada detektif wanita dan Soo Sun pun tak luput dari jepretan kamera. Bukannya marah, Soo Sun pun mengikuti jejak Tae Il, bergaya saat kilatan kamera menerpanya.


Dae Gu yang melirik tajam pada mereka yang jejeritan, juga terkena pulungnya. Salah satu dari mereka berteriak, “Aww.. Lihatlah mata Oppa yang satu ini.”


Kondisi makin tak terkendali karena beberapa anak orang kaya juga ikut narsis dan membuka baju dan ikut bergaya. Ji Gook? Tak ketinggalan ikut berpose dengan menunjukkan perutnya (ehmm.. six pack, kah?), menyisakan Pan Seok yang frustasi melihat semua ini.


Ia melempar bantal lehernya dan pergi menemui Chief Cha. Ia minta agar diperbolehkan mengganti anak-anak baru itu. “Setidaknya dua dari mereka. Aku akan ganti ke staf yang sudah bertugas di tahun kedua atau ketiga.”


Chief Cha tak terpengaruh oleh kekesalan Pan Seok. “Kenapa kau datang padaku? Ruang Ibu Kepala ada di ujung lorong sebelah kanan.”
Makian Pan Seok sudah di ujung lidah, tapi ia bisa menahan diri. Tapi tetap saja Chief Cha mendengarnya. “Tak tahu aturan. Apa kau tak bisa membaca ini?” Ia menunjuk ke papan namanya yang menunjukkan jabatannya, yaitu Kepala bagian Kriminalitas.


Pan Seok bertanya balik, “Apa aku tak usah bekerja saja? Bagaimana mungkin aku melakukan investigasi criminal dengan empat bayi  yang tak bisa membedakan kotoran manusia dengan tauco? Apa Anda tahu kalau keahlian investigasi criminal itu benar-benar berasal pengalaman di lapangan?”


Chief Cha merasa tersinggung. Pan Seok terus menerus menyebut pengalaman di lapangan. “Aku ini berasal dari patrol perbatasan. Jadi apakah aku, si patroli perbatasan, yang membawa bayi-bayi itu? Chief Kang yang membawa mereka. Maka dari itu, tadi aku sudah memberikan nasihat, ruang chief Kang ada di ujung lorong.”

Pan Seok menatap atasannya, dan mengangguk-angguk. Ia meninggalkan ruangan tapi tak lupa untuk menendang tempat sampah hingga terlempar ke jendela. Ia benar-benar kesal.


P4 berdiri berbaris, menunggu. Eung Do bertanya pada Pan Seok, apakah ada yang Pan Seok ingin ucapkan, menyambung pembicaraan mereka sebelum mendapat panggilan kasus tadi. Pan Seok pun berkata kalau pastinya mereka berempat pernah mendengar julukannya, Pan Seok sang legendaris. 


Ia tak pernah membimbing anak-anak, jadi sudah seharusnya mereka berinisiatif sendiri untuk mengundurkan diri. Ia menunjuk pada Soo Sun dan Ji Gook. “Demi penduduk Gangnam, dan demi kesehatan jiwaku, kuminta kalian segera mengundurkan diri.”


Tapi keketusan Pan Seok berubah menjadi kucing jinak saat Sa Kyung muncul. Ia tersenyum gugup dan menyapa wanita itu. “Dari tadi aku ingin menyapamu. Sejak kapan kau kembali?”


Sa Kyung tak menjawab. Ia menatap Pan Seok dengan penuh amarah, membuat Pan Seok semakin salah tingkah, “Kau harusnya menghubungiku lebih dulu atau seperti itulah. Jadi aku bisa datang ke bandara ..”


Plak! Pan Seok terdiam mendapat tamparan itu. Keempat anak baru itu tercengang melihatnya, tapi tidak dengan Eung Do. Pan Seok pun juga tak kaget. Ia tertawa canggung, “Tamparanmu seperti biasanya selalu mematikan.

Dengan dingin Sa Kyung bertanya apakah Pan Seok baik-baik saja selama ini? Pan Seok menjawab iya. Tapi bukan itu jawaban yang diinginkan Sa Kyung. Ia selalu berdoa kalau Pan Seok mati saja. “Apa kau tahu mengapa kau kutampar?”


Pan Seok tersenyum lemah dan mengangguk. Ia bukanlah bajingan (hingga melupakan kejadian itu). “Jika saja hari itu..  Ternyata hari itu menjadi seperti itu.”


PLAKKK!! Kali ini tamparan Sa Kyung terdengar nyaring di ruangan yang tiba-tiba senyap. Rekan-rekan Pan Seok mengernyit mendengar bunyi tamparan itu, tapi seperti Eung Do, mereka juga tak kaget.


Sa Kyung berkata geram, “Seharusnya kau berkata kalau kau sudah lupa. Kau lebih buruk daripada anjing.” Sa Kyung terus menatap penuh dendam pada Pan Seok yang menunduk, dan menyuruh salah seorang detektif untuk menemuinya di ruangannya. Dan ia pun pergi.


Termangu, Pan Seok mencoba menutupi perasaannya. Semua orang tak berani membalas pandangannya. Pan Seok pun pergi.


P4 itu masih tercengang melihat hal itu. Ji Gook bertanya pada Eung Do apa hubungan antara Sa Kyung dengan Pan Seok. Eung Do tak menjawab, hanya berkata kalau nanti mereka juga akan tahu.

Tak ada Pan Seok, Eung Do pun mengatur keempat anak baru itu menjadi sepasang partner kerja. Tae Il dengan Ji Gook. Sedangkan Dae Gu dengan Soo Sun. “Partner adalah satu jiwa. Kalian harus percaya dan peduli satu sama lain. Mengerti?”


“Mengerti!” jawab keempatnya. Tae Il dan Ji Gook langsung jadi cs, sementara Soo Sun mengulurkan tangannya dengan senyum lebar. Tapi Dae Gu hanya diam dengan muka berlipat-lipat. Ha.. kasihan Soo Sun, partnernya seperti payung lipat.


Eung Do pun bertanya siapa yang akan menulis laporan tentang preman-preman itu. Tae Il, Ji Gook dan Soo Sun mengangkat tangan dengan antusias, diikuti oleh Dae Gu yang mengangkat tangan terakhir.


Anggota Parlemen, Yoo Moon Bae, sedang membaca berita di internet tentang Chief Kang yang membuat heboh dengan menjadi kepala polisi wanita pertama di Gangnam dan melakukan pergantian pegawai besar-besaran di distrik tersebut. “Apa sekarang ia suka dengan publisitas?”


Wanita yang ada di berita itu ternyata datang menemuinya, bersama Chief Cha yang masih keceplosan memanggilnya dengan Komisaris. Yoo. Moon Bae tertawa mendengar panggilan yang sering ia pakai. “Aku leibh suka dipanggil dengan Komisaris karena aku juga dari kepolisian, kan?”


Moon Bae mengungkit tentang Chief Kang yang mempekerjakan anak-anak yang baru lulus. Chief Kang membenarkan hal itu walau ia tahu kalau Moon Bae menentang keputusannya. Moon Bae berkata, “Eksperimen baru itu harus berhasil agar bisa disebut inovasi. Jika itu gagal, maka hal itu akan dianggap sebagai bentuk kecerobohan dan terlalu percaya diri.”

Moon Bae meminta agar perekrutan ini tak menimbulkan masalah apapun dengan pihak lainnya. Chief Cha mengiyakan dengan patuh, sementara Chief Kang mengiyakan dengan senyum yang hanya di bibir saja.


Dengan catatan pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya, Soo Sun menginterogasi salah satu preman. Apa sebenarnya alasan kedua preman itu duduk di tengah jalan besar. Preman itu menjawab, “Kontes siapa yang punya nyali lebih besar.”


Soo Sun bengong mendengar alasan itu. Apalagi Ji Gook yang sedang membuka kardus-kardus yang berisi sitaan tas-tas KW, ia langsung nimbrung, “Sampai kapan? Sampai ada orang yang tertabrak mobil dan mati?” Preman itu kesal karena Ji Gook seakan menyumpahinya mati. Tapi Ji Gook langsung membela diri, “Ada pisau yang mengarah ke leherku. Tak mungkin aku berkata manis.”


Tanpa sadar, Ji Gook menaruh cutter di meja untuk mengambil lakban. Akkhh… dan si Preman diam-diam mengincar cutter itu.  


Selesai menginterogasi, Soo Sun mengikat si preman dengan tali. Setelah memastikan ikatan tali itu sudah erat, Eung Do menyuruh Soo Sun untuk mengganti sandal  sebelum memasukkan si preman ke dalam sel. Ternyata si preman sudah mengambil cutter tanpa sepengetahuan para polisi muda itu.


Berjalan menuju sel, Soo Sun membuka percakapan dengan Dae Gu, mengomentari kantor polisi Gangnam  yang sudah using padahal menangani kasus-kasus Gangnam yang elit. Tapi Dae Gu tetap diam, membuat Soo Sun terus berceloteh, hingga suatu titik, Soo Sun menyadari, “Mungkin.. apa kau pernah melihatku sebelumnya? Kau kelihatan familiar.”

Dae Gu membantahnya, tapi Soo Sun bersikeras pernah melihat Dae Gu. Sementara itu, si preman diam-diam mengeluarkan cutter dan memutus tali ikatannya.


Di tangga, ikatan tali itu bebas dan si preman menarik Dae Gu ke belakang. Otomotasi Dae Gu jatuh menimpa Soo Sun. Dae Gu langsung bangun dan berlari mengejar si preman. Soo Sun butuh waktu beberapa lama untuk memakai sandalnya sebelum ia ikut mengejar.


Tapi si preman itu berhasil keluar gedung dan membajak salah satu mobil polisi yang akan diparkir. Tanpa ba bi bu, ia langsung menarik si supir dan melarikan mobil itu. Dae Gu cs berteriak, berusaha mengejar mobil itu, tapi jarak mereka semakin jauh. Mobil itu sebentar lagi akan lolos.


Tiba-tiba ada sebuah mobil polisi yang masuk ke halaman. Tak ayal, mobil polisi si preman itu tertabrak mobil satunya. Aksi melarikan diri gagal. Dae Gu dan Soo Sun menghela nafas, lega karena penjahat itu tak berhasil kabur.


Tapi keberuntungan mereka tak sebesar itu. Tahu siapa yang mengendarai mobil yang baru saja datang? Sang legendaris Seo Pan Seok. Polisi yang mobilnya direbut preman itu akan mengajukan complain pada Chief Cha karena Pan Seok yang tak menangani tersangka dengan baik. Kalau si preman tadi berhasil membawa kabur mobil polisinya, mereka semua akan dapat masalah.


Soo Sun yang dalam masalah besar. Pan Seok langsung menyidangnya, menyalahkannya yang telah menaruh cutter saat menginterogasi tersangka. “Apa kau tak belajar di akademi? Di atas meja polisi divisi criminal tak diperbolehkan adanya cutter, gunting, atau pisau yang bisa digunakan sebagai senjata. Untuk mencegah kemungkinan pelaku melarikan diri, tak diperbolehkan memakai sandal saat mengantar pelaku ke dalam sel. Harus selalu memakai sepatu. Apakah kau tak pernah belajar hal ini?!”


Soo Sun mengakui kalau ia bersalah tak mengganti sandal. Tapi ia tak pernah menaruh cutter di atas meja. Hal itu malah membuat Pan Seok bertambah marah karena jawaban Soo Sun seperti ingin menghindar dari kesalahan.


Ia pun mengarahkan kemarahannya pada rekan Soo Sun. Ia bertanya apakah Dae Gu hanya diam saja. “Apa kau tak merasa bersalah karena si pelaku lolos saat kau mengantarkan ke dalam sel? Mengapa kau sangat sombong hingga kau selalu menutup mulutmu?”


Dae Gu pun buka mulut, “Saya tak bisa disalahkan sepenuhnya. Kesalahan saya adalah menganggap parter saya memiliki kualitas yang sama dan saya tak menyadari kalau ia memliki banyak kekurangan. Dan juga, saya pikir Anda juga harus disalahkan karena tak mensupervisi kami sebagai anak baru yang belum berpengalaman.”

Whoaa… sekalinya Dae Gu buka mulut, langsung membuat kesal semuanya. Pan Seok menatap Dae Gu dengan geram, “Anak sialan, bagaimana bajingan tengik yang gila ini bisa sampai kemari?”


Eung Do mencoba menyabarkan Pan Seok yang seperti ingin menyerang Dae Gu. Tapi urung, karena ada satu suara lagi yang masuk ruangan dan marah-marah. Chief Cha menendang keranjang sampah, sama seperti Pan Seok tadi, dan berteriak, “ADA APA DENGAN SEMUA INI?! TERSANGKA LEPAS DAN DUA MOBIL POLISI HANCUR?!!”


Semua menunduk diam. Tapi Chief Cha hanya membidik satu orang, Pan Seok. “Lihatlah sekarang setelah semua yang kau pamerkan selama ini. Apa yang akan kau lakukan sekarang?”

Pan Seok meminta maaf, tapi Chief Cha tak mau hanya meminta maaf saja. “Undurkan diri dengan segera. Seseorang harus bertanggung jawab dengan semua ini. Mundur!”


Soo Sun benar-benar kesal pada Dae Gu yang tak setia kawan padanya. Ji Gook dan Tae Il mendengarkan kekesalan Soo Sun dengan sabar. Walau saat Soo Sun mengomel tentang bukan dia yang menaruh cutter di atas meja, Ji Gook hanya diam saja.


Pan Seok menemui Chief Kang yang memintanya untuk tak khawatir karena ia dan Chief Cha sudah sepakat tak akan memperpanjang kasus tadi. Yang perlu Pan Seok lakukan adalah membimbing anak-anak baru itu. Ia tahu kalau Pan Seok tak sepakat dengan keputusan ini.


Pan Seok membenarkan. Bahkan ia merasa eksperimen Chief Kan ini amat sangat berbahaya. “Anak baru dapat melakukan kesalahan, tapi seorang detektif tak boleh melakukannya. Tak ada yang namanya ‘anak baru’ untuk seorang detektif. Anda tak dapat mengembalikan orang yang sudah mati.”


“Tapi.. kau juga memiliki (pengalaman) pertama,” jawab Chief Kang, membuat Pan Seok terpaku. “Penderitaan itu yang membuat Seo Pan Seok menjadi seperti ini.”


Di sebuah sudut kota yang gelap, Dae Gu mendatangi sebuah toko untuk membuat duplikat sebuah handphone. Wow, ternyata handphone bisa dibuat duplikatnya, ya? Setelah itu Dae Gu masuk ke sebuah gedung apartemen yang berkamera CCTV. Tapi CCTV itu tak berhasil menangkap wajahnya, karena ia memakai topi dalam-dalam.


Ia masuk ke sebuah apartemen dan memasang kamera CCTV di ruang tengah. Hmm… apartemen siapa? Pan Seok, kah?


Di kantor polisi, Soo Sun juga melakukan aksi CSI. Ia mengambil cutter sebagai barang bukti dan membawanya ke laboratorium untuk dianalisa.


Pidatonya tentang hukum dan undang-undang yang akan membawanya kepada masyarakat yang adil, membuat petugas lab tertawa dan bersedia melakukan analisa sidik jari pada cutter itu. Soo Sun berkata lega, “Pak, Anda benar-benar contoh dari masyarakat yang adil.”


Dae Gu balik ke kantor polisi untuk menaruh handphone tadi ke meja Pan Seok. Hmm.. ternyata benar. Soo Sun muncul dan menyapanya. Dae Gu sedikit panik, tapi ia kembali memasang wajah datarnya saat berbalik menghadap Soo Sun.


Soo Sun sudah tak kesal lagi. Ia malah bertanya apakah Dae Gu masih kesal karena disalahkan? Dae Gu menjawab dingin, “Sudah kukatakan kalau aku bersalah karena tak menyadari otak burung yang dimiliki oleh mitra kerjaku.”

“Hei!’

“Melihat tangan tersangka yang kau ikat selama 15 menit dan tetap tak sadar kalau ia memegang cutter, hal itu benar-benar patut dirayakan.”


“Kata-katamu kasar,” sahut Soo Sun.

Dae Gu belum selesai. Alasan Soo Sun yang pindah divisi karena ingin mendapatkan penghasilan yang lebih besar karena banyak dinas malam dan lembur itu sepertinya hebat. Tapi Soo Sun tak menghitung jam tidur Soo Sun akan berkurang dan semakin banyak pengeluaran dari yang sebelumnya. “Kesimpulan, dengan otak burungmu itu, kau tak akan bisa menunaikan tugas. Jadi sebagai mitra kerjamu, aku menyarankan agar kau segera keluar dari pekerjaan ini.”


Doeng..!! Soo Sun benar-benar kesal dengan ucapan Dae Gu. Apalagi Dae Gu langsung pergi meninggalkannya. Pada dirinya sendiri, ia menyabarkan diri. Ia akan menahan diri untuk hari ini karena ia telah melakukan kesalahan.


Dae Gu pulang ke apartemennya dan memeriksa kotak pos. Ada sebuah surat yang ditujukan untuknya. Ia masuk ke apartemen yang sepertinya baru hari ini akan ia tempati. Di dalam apartemen ada Ji Gook yang terkejut tapi senang melihat Dae Gu akan menjadi teman serumahnya. Ia memanggil teman serumah lainnya, yang ternyata adalah Tae Il.


Menurut Ji Gook, kecil kemungkinan mereka bertiga bisa satu apartemen. Tae Il tersenyum mengiyakan, sedangkan Dae Gu hanya diam dan masuk kamar. 


Ji Gook tertawa riang melihat Dae Gu memilih sekamar dengannya. Ia membuka tangannya, mengundangnya untuk berpelukan (?). Tapi Dae Gu menjawab pendek, “Jangan bicara padaku.”


Melihat Dae Gu duduk, ia mengira temannya itu mungkin capek. Ia pun berinisiatif untuk menyalakan lilin aromaterapi. Tapi Dae Gu menyelanya, “Jangan membuat bau-bauan.” Ha. Ji Gook pun membongkar barang di dalam tasnya dan memasang jam dinding. Lagi-lagi Dae Gu berkata, “Jangan menimbulkan suara.”


Haha.. Ji Gook sudah hampir frustasi, tapi ia mengalah karena handphone mereka toh juga ada jamnya. Ia pun bersiap-siap untuk tidur. Dan Dae Gu menjadi Dae Gu dengan berkata, “Jangan menggunakan tempat tidur yang sama denganku.”

“Bagaimana mungkin ini adalah tempat  tidur yang sama?” tanya Ji Gook heran. Dae Gu memegang tiang yang menghubungkan tempat tidur susun mereka dan berkata, “Ini tempat tidur yang sama.”


Ji Gook kembali mengalah. Ia duduk dan memeriksa handphonenya, tapi Dae Gu menghentikannya, “Jangan nyalakan cahaya sedikitpun..”

“Uhh.. yang bener aja! Kau yang harusnya berhenti berkata ‘jangan lakukan ini itu!’” jerit Ji Gook benar-benar kesal. Kali ini Dae Gu diam dan tak acuh.


Tae Il sedang minum anggur dan memandang sebuah foto seorang pria saat Ji Gook masuk ke kamar dengan membawa bantal. Ji Gook meminta ia menjadi teman sekamar Tae Il, karena ia, orang dengan golongan darah A, tak akan tahan dengan orang aneh seperti Dae Gu. “Aku akan menjadi kaktus dalam hujan jika terus berhadapan dengannya. Ia.. ia  pasti bergolongan darah B.”


Tae Il tak mempermasalahkan kalau mereka sekamar. Ia bahkan juga tak masalah kalau Ji Gook, yang takut ketinggian, mengambil tempat tidur di bawah. “Yang penting bukan dimana kau tidur, tapi dengan siapa kau akan tidur.”


Haha.. Ji Gook melongo mendengar kata-kata Tae Il, apalagi Tae Il menepuk-nepuk lengannya. Tapi dengan suara riang, ia memuji Tae Il yang sangat keren dengan lilin, anggur dan jam yang dimilikinya.


Pan Seok juga kembali ke apartemen yang sebelumnya dimasuki Dae Gu. Tak ada yang menunggunya, hanya mie instan dan bir yang menemani hari-harinya.


Dae Gu sepertinya sengaja rewel pada Ji Gook sehingga ia bisa mendapatkan kamar sendiri. Apa tujuannya?Memata-matai Pan Seok. Dari laptopnya, ia mengawasi Pan Seok yang duduk sendiri di dalam apartemennya dan membuka handphonenya. Ada sebuah nomor dengan nama “Boo-ku”, yang terus dilihat oleh Pan Seok. Tapi ia tak melakukan apapun dengan nomor itu dan beranjak tidur.


Dae Gu pun menutup laptop dan membuka proyektor. Ada diagram dengan Pan Seok di dalamnya. Ia teringat semua ucapan Pan Seok 11 tahun yang lalu, saat meyakinkan ibunya untuk bersaksi dan bagaimana kemarahannya saat Pan Seok tak melindungi saksi dengan baik.


Ada telepon masuk, dari seseorang yang dinamai S di handphone Dae Gu. Pada orang itu, Dae Gu berkata kalau ia sudah menerima dokumen itu dan Detektif Pan Seok tak mengenalinya. “Walau, ada yang cukup menggangguku karena ada orang bodoh yang juga pernah tinggal di Masan, berada dalam satu tim denganku.”


Dae Gu membuka dokumen yang barusan ia terima. Kasus Pembunuhan Guru Sekolah Masan. Ia membuka helai demi helai. Di halaman pertama, ada fotonya saat SMP, setelah kejadian pembunuhan malam itu. Di halaman berikutnya, foto ibunya yang sudah menjadi mayat. 

Tak tahan, ia menutup dokumen itu kembali.


Keesokan harinya, ia mendatangi rumah abu. Dengan mata berkaca-kaca, Dae Gu berbisik, “Apakah Ibu baik-baik saja? Aku ada di sini. Aku sudah datang.”

No comments:

Post a Comment

Terima Kasih telah membaca blog saya