You’re All Surrounded Episode 2 – 1 : Alasan Mengapa Kami Bukanlah
Detektif
Keenam orang itu menuju TKP
dengan menggunakan mobil, tapi terhalang oleh mobil-mobil yang mengular hingga
jauh ke belakang. Soo Sun heran sekaligus kagum pada area Gangnam, yang belum
juga siang, sudah macet panjang.
Pan Seok yang tak sabar, menyuruh sirene dikeluarkan. Soo Sun langsung sigap dan mengeluarkan lampu sirene. Tae
Il terbelalak melihat sirene itu dan mencoba mencegah Soo Sun. Tapi terlambat,
sirene itu sudah terpasang di atap mobil.
Pada saat yang sama, mobil
bergerak, dan sirene itu pecah. Soo Sun terkesiap melihat sirene itu pecah.
“Aku benar-benar telah meletakkan sirene itu!” katanya pada Eung Do.
Ji Gook melongok keluar, dan
menjerit separuh menangis melihat sirene yang bertempelkan stiker Starbuck,
“Itu limited edition! Padahal aku harus antri selama dua jam untuk membelinya!”
Semua bingung dengan jeritan Ji
Gook. Memang itu sirene apa? Tae Il yang menjelaskan, “Barang itu adalah (gelas) limited edition dari Starbuck.”
Hahaha.. Soo Sun hanya bisa
garuk-garuk kepala mendengar celetukan Eung Do, “Kenapa kau bawa barang itu,
padahal kau disuruh membawa sirene?”
Tak ada sirene, jadi harus
bagaimana? Percayakan saja pada Pan Seok. Pan Seok menyuruh semua orang
mengeluarkan borgolnya.
Dan, wow! Ketika mereka
melambaikan borgol-borgol itu, mobil-mobil di depan melipir ke pinggir,
memberikan jalan untuk mobil mereka agar bisa lewat. Anak-anak baru minus Dae
Gu, terkagum-kagum melihat cara itu ternyata efektif juga untuk menyibak
kemacetan.
Tak butuh waktu lama agar mereka
bisa sampai ke TKP. Yang menyebabkan kemacetan itu adalah dua orang preman
sedang duduk di kursi, berhadap-hadapan. Tak ada yang mereka lakukan selain
duduk diam.
Namun mereka langsung kabur
dengan mobilnya saat melihat mobil Pan Seok. Polisi!
Dan terjadilah adegan
kejar-kejaran yang kita lihat di episode 1 yang memakan korban Ji Gook yang
ditinggal di jalan karena Pan Seok menggantikannya menyetir mobil dan Soo Seon
yang muntah-muntah karena Pan Seok menyetir seperti kesetanan.
Hingga akhirnya salah satu preman
itu berhasil menyandera Ji Gook dengan golok di tangan, membuat polisi lainnya
tak berani mengambil resiko. Kecuali Dae Gu yang tanpa ragu mengeluarkan pistol
dan mengarahkannya pada preman itu.
Tapi semua berteriak melarang Dae
Gu melakukannya. Preman itu tak main-main dengan goloknya dan peluru juga bisa
mengenai Ji Gook. Dae Gu pun menurunkan pistol.
Untuk kemudian mengambil pistol
lainnya dan tanpa ba bi bu, langsung menembakkan ke arah preman itu dan Ji
Gook.
Keduanya jatuh terkapar karena tembakan itu mengenai Ji Gook. Tapi Ji
Gook tak tewas, hanya jatuh dan menimpa Preman itu. Pistol itu ternyata
pistol
peredam kejut yang hanya melumpuhkan keduanya. Fiuhh...
Kasus selesai dan mereka pun
kembali ke kantor yang penuh dengan pelapor dan terlapor. Kasus yang sering
terjadi di Gangnam? Kasus dari anak-anak orang kaya hingga perkelahian dari
para cewek-cewek tentang bintang pujaannya. (“Oppaku lebih keren dari oppamu”).
Tapi kedua kubu fangirls yang
berseteru itu langsung menjadi satu saat melihat kedatangan P4. Mereka pun menjerit-jerit,
“Oppaaa, kau sangat tampan sekali!” dan memotretnya.
Ji Gook yang mulanya kegeeran mengira cewek-cewek itu memujinya, langsung bersungut-sungut setelah ia disuruh
minggir karena ia menutupi Tae Il. “Aigoo.. mereka benar-benar tak tahu bagaimana pria sejati itu.”
Tae Il tersenyum kecil dan
memuaskan keinginan mereka. Hanya dengan menunduk dan menyentuh tanaman, para
cewek-cewek itu histeris dan berebut memotret si pria tampan itu. Hahaha.. Tae
Il narsis juga..
Soo Sun yang risih melihat
cewek-cewek itu, langsung berdiri dan berkomentar, “Hei, hei, hei! Apa orang
tua kalian mengetahui tabiat kalian yang seperti ini?” Bukannya marah,
cewek-cewek itu malah berteriak kegirangan melihat ada detektif wanita dan Soo Sun pun
tak luput dari jepretan kamera. Bukannya marah, Soo Sun pun mengikuti jejak Tae Il, bergaya saat
kilatan kamera menerpanya.
Dae Gu yang melirik tajam pada
mereka yang jejeritan, juga terkena pulungnya. Salah satu dari mereka
berteriak, “Aww.. Lihatlah mata Oppa yang satu ini.”
Kondisi makin tak terkendali
karena beberapa anak orang kaya juga ikut narsis dan membuka baju dan ikut
bergaya. Ji Gook? Tak ketinggalan ikut berpose dengan menunjukkan perutnya
(ehmm.. six pack, kah?), menyisakan Pan Seok yang frustasi melihat semua ini.
Ia melempar bantal lehernya dan
pergi menemui Chief Cha. Ia minta agar diperbolehkan mengganti anak-anak
baru itu. “Setidaknya dua dari mereka. Aku akan ganti ke staf yang sudah
bertugas di tahun kedua atau ketiga.”
Chief Cha tak terpengaruh oleh
kekesalan Pan Seok. “Kenapa kau datang padaku? Ruang Ibu Kepala ada di ujung
lorong sebelah kanan.”
Makian Pan Seok sudah di ujung lidah, tapi ia bisa menahan diri. Tapi tetap saja Chief Cha mendengarnya. “Tak tahu aturan. Apa kau tak bisa membaca ini?” Ia menunjuk ke papan namanya yang menunjukkan jabatannya, yaitu Kepala bagian Kriminalitas.
Makian Pan Seok sudah di ujung lidah, tapi ia bisa menahan diri. Tapi tetap saja Chief Cha mendengarnya. “Tak tahu aturan. Apa kau tak bisa membaca ini?” Ia menunjuk ke papan namanya yang menunjukkan jabatannya, yaitu Kepala bagian Kriminalitas.
Pan Seok bertanya balik, “Apa aku
tak usah bekerja saja? Bagaimana mungkin aku melakukan investigasi criminal
dengan empat bayi yang tak bisa
membedakan kotoran manusia dengan tauco? Apa Anda tahu kalau keahlian
investigasi criminal itu benar-benar berasal pengalaman di lapangan?”
Chief Cha merasa tersinggung. Pan
Seok terus menerus menyebut pengalaman di lapangan. “Aku ini berasal dari patrol
perbatasan. Jadi apakah aku, si patroli perbatasan, yang membawa bayi-bayi itu?
Chief Kang yang membawa mereka. Maka dari itu, tadi aku sudah memberikan
nasihat, ruang chief Kang ada di ujung lorong.”
Pan Seok menatap atasannya, dan
mengangguk-angguk. Ia meninggalkan ruangan tapi tak lupa untuk menendang tempat
sampah hingga terlempar ke jendela. Ia benar-benar kesal.
P4 berdiri
berbaris, menunggu. Eung Do bertanya pada Pan Seok, apakah ada yang Pan Seok
ingin ucapkan, menyambung pembicaraan mereka sebelum mendapat panggilan kasus
tadi. Pan Seok pun berkata
kalau pastinya mereka berempat pernah mendengar julukannya, Pan Seok sang
legendaris.
Ia tak pernah membimbing anak-anak, jadi sudah seharusnya mereka
berinisiatif sendiri untuk mengundurkan diri. Ia menunjuk pada Soo Sun dan Ji
Gook. “Demi penduduk Gangnam, dan demi kesehatan jiwaku, kuminta kalian segera
mengundurkan diri.”
Tapi keketusan Pan Seok berubah
menjadi kucing jinak saat Sa Kyung muncul. Ia tersenyum gugup dan menyapa
wanita itu. “Dari tadi aku ingin menyapamu. Sejak kapan kau kembali?”
Sa Kyung tak menjawab. Ia menatap
Pan Seok dengan penuh amarah, membuat Pan Seok semakin salah tingkah, “Kau
harusnya menghubungiku lebih dulu atau seperti itulah. Jadi aku bisa datang ke
bandara ..”
Plak! Pan Seok terdiam mendapat
tamparan itu. Keempat anak baru itu tercengang melihatnya, tapi tidak dengan
Eung Do. Pan Seok pun juga tak kaget. Ia tertawa canggung, “Tamparanmu seperti
biasanya selalu mematikan.
Dengan dingin Sa Kyung bertanya
apakah Pan Seok baik-baik saja selama ini? Pan Seok menjawab iya. Tapi bukan
itu jawaban yang diinginkan Sa Kyung. Ia selalu berdoa kalau Pan Seok mati saja.
“Apa kau tahu mengapa kau kutampar?”
Pan Seok tersenyum lemah dan
mengangguk. Ia bukanlah bajingan (hingga melupakan kejadian itu). “Jika saja
hari itu.. Ternyata hari itu menjadi
seperti itu.”
PLAKKK!! Kali ini tamparan Sa
Kyung terdengar nyaring di ruangan yang tiba-tiba senyap. Rekan-rekan Pan Seok
mengernyit mendengar bunyi tamparan itu, tapi seperti Eung Do, mereka juga tak
kaget.
Sa Kyung berkata geram,
“Seharusnya kau berkata kalau kau sudah lupa. Kau lebih buruk daripada anjing.”
Sa Kyung terus menatap penuh dendam pada Pan Seok yang menunduk, dan menyuruh
salah seorang detektif untuk menemuinya di ruangannya. Dan ia pun pergi.
Termangu, Pan Seok mencoba
menutupi perasaannya. Semua orang tak berani membalas pandangannya. Pan
Seok pun pergi.
P4 itu masih
tercengang melihat hal itu. Ji Gook bertanya pada Eung Do apa hubungan antara
Sa Kyung dengan Pan Seok. Eung Do tak menjawab, hanya berkata kalau nanti
mereka juga akan tahu.
Tak ada Pan Seok, Eung Do pun
mengatur keempat anak baru itu menjadi sepasang partner kerja. Tae Il dengan Ji
Gook. Sedangkan Dae Gu dengan Soo Sun. “Partner adalah satu jiwa. Kalian harus
percaya dan peduli satu sama lain. Mengerti?”
“Mengerti!” jawab keempatnya. Tae
Il dan Ji Gook langsung jadi cs, sementara Soo Sun mengulurkan tangannya dengan
senyum lebar. Tapi Dae Gu hanya diam dengan muka berlipat-lipat. Ha.. kasihan
Soo Sun, partnernya seperti payung lipat.
Eung Do pun bertanya siapa yang
akan menulis laporan tentang preman-preman itu. Tae Il, Ji Gook dan Soo Sun
mengangkat tangan dengan antusias, diikuti oleh Dae Gu yang mengangkat tangan
terakhir.
Anggota Parlemen, Yoo Moon Bae, sedang membaca berita di internet tentang Chief Kang yang membuat heboh
dengan menjadi kepala polisi wanita pertama di Gangnam dan melakukan pergantian
pegawai besar-besaran di distrik tersebut. “Apa sekarang ia suka dengan
publisitas?”
Wanita yang ada di berita itu
ternyata datang menemuinya, bersama Chief Cha yang masih keceplosan
memanggilnya dengan Komisaris. Yoo. Moon Bae tertawa mendengar panggilan yang
sering ia pakai. “Aku leibh suka dipanggil dengan Komisaris karena aku juga
dari kepolisian, kan?”
Moon Bae mengungkit tentang Chief
Kang yang mempekerjakan anak-anak yang baru lulus. Chief Kang membenarkan hal
itu walau ia tahu kalau Moon Bae menentang keputusannya. Moon Bae berkata,
“Eksperimen baru itu harus berhasil agar bisa disebut inovasi. Jika itu gagal,
maka hal itu akan dianggap sebagai bentuk kecerobohan dan terlalu percaya
diri.”
Moon Bae meminta agar perekrutan
ini tak menimbulkan masalah apapun dengan pihak lainnya. Chief Cha mengiyakan
dengan patuh, sementara Chief Kang mengiyakan dengan senyum yang hanya di bibir
saja.
Dengan catatan pertanyaan yang
sudah disiapkan sebelumnya, Soo Sun menginterogasi salah satu preman. Apa
sebenarnya alasan kedua preman itu duduk di tengah jalan besar. Preman itu
menjawab, “Kontes siapa yang punya nyali lebih besar.”
Soo Sun bengong mendengar alasan
itu. Apalagi Ji Gook yang sedang membuka kardus-kardus yang berisi sitaan
tas-tas KW, ia langsung nimbrung, “Sampai kapan? Sampai ada orang yang
tertabrak mobil dan mati?” Preman itu kesal karena Ji Gook seakan menyumpahinya
mati. Tapi Ji Gook langsung membela diri, “Ada pisau yang mengarah ke leherku.
Tak mungkin aku berkata manis.”
Tanpa sadar, Ji Gook menaruh
cutter di meja untuk mengambil lakban. Akkhh… dan si Preman diam-diam mengincar
cutter itu.
Selesai menginterogasi, Soo Sun
mengikat si preman dengan tali. Setelah memastikan ikatan tali itu sudah erat,
Eung Do menyuruh Soo Sun untuk mengganti sandal sebelum memasukkan si preman ke dalam sel.
Ternyata si preman sudah mengambil cutter tanpa sepengetahuan para polisi muda
itu.
Berjalan menuju sel, Soo Sun
membuka percakapan dengan Dae Gu, mengomentari kantor polisi Gangnam yang sudah using padahal menangani kasus-kasus
Gangnam yang elit. Tapi Dae Gu tetap diam, membuat Soo Sun terus berceloteh,
hingga suatu titik, Soo Sun menyadari, “Mungkin.. apa kau pernah melihatku
sebelumnya? Kau kelihatan familiar.”
Dae Gu membantahnya, tapi Soo Sun
bersikeras pernah melihat Dae Gu. Sementara itu, si preman diam-diam
mengeluarkan cutter dan memutus tali ikatannya.
Di tangga, ikatan tali itu bebas
dan si preman menarik Dae Gu ke belakang. Otomotasi Dae Gu jatuh menimpa Soo
Sun. Dae Gu langsung bangun dan berlari mengejar si preman. Soo Sun butuh waktu
beberapa lama untuk memakai sandalnya sebelum ia ikut mengejar.
Tapi si preman itu berhasil
keluar gedung dan membajak salah satu mobil polisi yang akan diparkir. Tanpa ba
bi bu, ia langsung menarik si supir dan melarikan mobil itu. Dae Gu cs berteriak,
berusaha mengejar mobil itu, tapi jarak mereka semakin jauh. Mobil itu sebentar
lagi akan lolos.
Tiba-tiba ada sebuah mobil polisi
yang masuk ke halaman. Tak ayal, mobil polisi si preman itu tertabrak mobil
satunya. Aksi melarikan diri gagal. Dae Gu dan Soo Sun menghela nafas, lega
karena penjahat itu tak berhasil kabur.
Tapi keberuntungan mereka tak
sebesar itu. Tahu siapa yang mengendarai mobil yang baru saja datang? Sang legendaris
Seo Pan Seok. Polisi yang mobilnya direbut preman itu akan mengajukan complain
pada Chief Cha karena Pan Seok yang tak menangani tersangka dengan baik. Kalau
si preman tadi berhasil membawa kabur mobil polisinya, mereka semua akan dapat
masalah.
Soo Sun yang dalam masalah besar.
Pan Seok langsung menyidangnya, menyalahkannya yang telah menaruh cutter saat
menginterogasi tersangka. “Apa kau tak belajar di akademi? Di atas meja polisi
divisi criminal tak diperbolehkan adanya cutter, gunting, atau pisau yang bisa
digunakan sebagai senjata. Untuk mencegah kemungkinan pelaku melarikan diri,
tak diperbolehkan memakai sandal saat mengantar pelaku ke dalam sel. Harus
selalu memakai sepatu. Apakah kau tak pernah belajar hal ini?!”
Soo Sun mengakui kalau ia
bersalah tak mengganti sandal. Tapi ia tak pernah menaruh cutter di atas meja. Hal
itu malah membuat Pan Seok bertambah marah karena jawaban Soo Sun seperti ingin
menghindar dari kesalahan.
Ia pun mengarahkan kemarahannya
pada rekan Soo Sun. Ia bertanya apakah Dae Gu hanya diam saja. “Apa kau tak
merasa bersalah karena si pelaku lolos saat kau mengantarkan ke dalam sel?
Mengapa kau sangat sombong hingga kau selalu menutup mulutmu?”
Dae Gu pun buka mulut, “Saya tak
bisa disalahkan sepenuhnya. Kesalahan saya adalah menganggap parter saya
memiliki kualitas yang sama dan saya tak menyadari kalau ia memliki banyak
kekurangan. Dan juga, saya pikir Anda juga harus disalahkan karena tak
mensupervisi kami sebagai anak baru yang belum berpengalaman.”
Whoaa… sekalinya Dae Gu buka
mulut, langsung membuat kesal semuanya. Pan Seok menatap Dae Gu dengan geram, “Anak
sialan, bagaimana bajingan tengik yang gila ini bisa sampai kemari?”
Eung Do mencoba menyabarkan Pan
Seok yang seperti ingin menyerang Dae Gu. Tapi urung, karena ada satu suara
lagi yang masuk ruangan dan marah-marah. Chief Cha menendang keranjang sampah,
sama seperti Pan Seok tadi, dan berteriak, “ADA APA DENGAN SEMUA INI?! TERSANGKA
LEPAS DAN DUA MOBIL POLISI HANCUR?!!”
Semua menunduk diam. Tapi Chief
Cha hanya membidik satu orang, Pan Seok. “Lihatlah sekarang setelah semua yang
kau pamerkan selama ini. Apa yang akan kau lakukan sekarang?”
Pan Seok meminta maaf, tapi Chief
Cha tak mau hanya meminta maaf saja. “Undurkan diri dengan segera. Seseorang
harus bertanggung jawab dengan semua ini. Mundur!”
Soo Sun benar-benar kesal pada
Dae Gu yang tak setia kawan padanya. Ji Gook dan Tae Il mendengarkan kekesalan
Soo Sun dengan sabar. Walau saat Soo Sun mengomel tentang bukan dia yang
menaruh cutter di atas meja, Ji Gook hanya diam saja.
Pan Seok menemui Chief Kang yang
memintanya untuk tak khawatir karena ia dan Chief Cha sudah sepakat tak akan
memperpanjang kasus tadi. Yang perlu Pan Seok lakukan adalah membimbing
anak-anak baru itu. Ia tahu kalau Pan Seok tak sepakat dengan keputusan ini.
Pan Seok membenarkan. Bahkan ia
merasa eksperimen Chief Kan ini amat sangat berbahaya. “Anak baru dapat
melakukan kesalahan, tapi seorang detektif tak boleh melakukannya. Tak ada yang
namanya ‘anak baru’ untuk seorang detektif. Anda tak dapat mengembalikan orang
yang sudah mati.”
“Tapi.. kau juga memiliki
(pengalaman) pertama,” jawab Chief Kang, membuat Pan Seok terpaku. “Penderitaan
itu yang membuat Seo Pan Seok menjadi seperti ini.”
Di sebuah sudut kota yang gelap,
Dae Gu mendatangi sebuah toko untuk membuat duplikat sebuah handphone. Wow,
ternyata handphone bisa dibuat duplikatnya, ya? Setelah itu Dae Gu masuk ke sebuah
gedung apartemen yang berkamera CCTV. Tapi CCTV itu tak berhasil menangkap
wajahnya, karena ia memakai topi dalam-dalam.
Ia masuk ke sebuah apartemen dan
memasang kamera CCTV di ruang tengah. Hmm… apartemen siapa? Pan Seok, kah?
Di kantor polisi, Soo Sun juga
melakukan aksi CSI. Ia mengambil cutter sebagai barang bukti dan membawanya ke
laboratorium untuk dianalisa.
Pidatonya tentang hukum dan
undang-undang yang akan membawanya kepada masyarakat yang adil, membuat petugas
lab tertawa dan bersedia melakukan analisa sidik jari pada cutter itu. Soo Sun
berkata lega, “Pak, Anda benar-benar contoh dari masyarakat yang adil.”
Dae Gu balik ke kantor polisi
untuk menaruh handphone tadi ke meja Pan Seok. Hmm.. ternyata benar. Soo Sun
muncul dan menyapanya. Dae Gu sedikit panik, tapi ia kembali memasang wajah
datarnya saat berbalik menghadap Soo Sun.
Soo Sun sudah tak kesal lagi. Ia
malah bertanya apakah Dae Gu masih kesal karena disalahkan? Dae Gu menjawab
dingin, “Sudah kukatakan kalau aku bersalah karena tak menyadari otak burung
yang dimiliki oleh mitra kerjaku.”
“Hei!’
“Melihat tangan tersangka yang
kau ikat selama 15 menit dan tetap tak sadar kalau ia memegang cutter, hal itu benar-benar
patut dirayakan.”
“Kata-katamu kasar,” sahut Soo
Sun.
Dae Gu belum selesai. Alasan Soo
Sun yang pindah divisi karena ingin mendapatkan penghasilan yang lebih besar
karena banyak dinas malam dan lembur itu sepertinya hebat. Tapi Soo Sun tak menghitung jam tidur Soo
Sun akan berkurang dan semakin banyak pengeluaran dari yang sebelumnya. “Kesimpulan,
dengan otak burungmu itu, kau tak akan bisa menunaikan tugas. Jadi sebagai
mitra kerjamu, aku menyarankan agar kau segera keluar dari pekerjaan ini.”
Doeng..!! Soo Sun benar-benar
kesal dengan ucapan Dae Gu. Apalagi Dae Gu langsung pergi meninggalkannya. Pada
dirinya sendiri, ia menyabarkan diri. Ia akan menahan diri untuk hari ini
karena ia telah melakukan kesalahan.
Dae Gu pulang ke apartemennya dan
memeriksa kotak pos. Ada sebuah surat yang ditujukan untuknya. Ia masuk ke
apartemen yang sepertinya baru hari ini akan ia tempati. Di dalam apartemen ada
Ji Gook yang terkejut tapi senang melihat Dae Gu akan menjadi teman serumahnya.
Ia memanggil teman serumah lainnya, yang ternyata adalah Tae Il.
Menurut Ji Gook, kecil
kemungkinan mereka bertiga bisa satu apartemen. Tae Il tersenyum mengiyakan,
sedangkan Dae Gu hanya diam dan masuk kamar.
Ji Gook tertawa riang melihat Dae
Gu memilih sekamar dengannya. Ia membuka tangannya, mengundangnya untuk
berpelukan (?). Tapi Dae Gu menjawab pendek, “Jangan bicara padaku.”
Melihat Dae Gu duduk, ia mengira temannya
itu mungkin capek. Ia pun berinisiatif untuk menyalakan lilin aromaterapi. Tapi
Dae Gu menyelanya, “Jangan membuat bau-bauan.” Ha. Ji Gook pun membongkar
barang di dalam tasnya dan memasang jam dinding. Lagi-lagi Dae Gu berkata, “Jangan
menimbulkan suara.”
Haha.. Ji Gook sudah hampir
frustasi, tapi ia mengalah karena handphone mereka toh juga ada jamnya. Ia pun
bersiap-siap untuk tidur. Dan Dae Gu menjadi Dae Gu dengan berkata, “Jangan
menggunakan tempat tidur yang sama denganku.”
“Bagaimana mungkin ini adalah
tempat tidur yang sama?” tanya Ji Gook heran.
Dae Gu memegang tiang yang menghubungkan tempat tidur susun mereka dan berkata,
“Ini tempat tidur yang sama.”
Ji Gook kembali mengalah. Ia
duduk dan memeriksa handphonenya, tapi Dae Gu menghentikannya, “Jangan nyalakan
cahaya sedikitpun..”
“Uhh.. yang bener aja! Kau yang
harusnya berhenti berkata ‘jangan lakukan ini itu!’” jerit Ji Gook benar-benar
kesal. Kali ini Dae Gu diam dan tak acuh.
Tae Il sedang minum anggur dan memandang
sebuah foto seorang pria saat Ji Gook masuk ke kamar dengan membawa bantal. Ji
Gook meminta ia menjadi teman sekamar Tae Il, karena ia, orang dengan golongan
darah A, tak akan tahan dengan orang aneh seperti Dae Gu. “Aku akan menjadi
kaktus dalam hujan jika terus berhadapan dengannya. Ia.. ia pasti bergolongan darah B.”
Tae Il tak mempermasalahkan kalau
mereka sekamar. Ia bahkan juga tak masalah kalau Ji Gook, yang takut
ketinggian, mengambil tempat tidur di bawah. “Yang penting bukan dimana kau
tidur, tapi dengan siapa kau akan tidur.”
Haha.. Ji Gook melongo mendengar
kata-kata Tae Il, apalagi Tae Il menepuk-nepuk lengannya. Tapi dengan suara
riang, ia memuji Tae Il yang sangat keren dengan lilin, anggur dan jam yang
dimilikinya.
Pan Seok juga kembali ke apartemen
yang sebelumnya dimasuki Dae Gu. Tak ada yang menunggunya, hanya mie instan dan
bir yang menemani hari-harinya.
Dae Gu sepertinya sengaja rewel
pada Ji Gook sehingga ia bisa mendapatkan kamar sendiri. Apa tujuannya?Memata-matai
Pan Seok. Dari laptopnya, ia mengawasi Pan Seok yang duduk sendiri di dalam
apartemennya dan membuka handphonenya. Ada sebuah nomor dengan nama “Boo-ku”,
yang terus dilihat oleh Pan Seok. Tapi ia tak melakukan apapun dengan nomor itu
dan beranjak tidur.
Dae Gu pun menutup laptop dan
membuka proyektor. Ada diagram dengan Pan Seok di dalamnya. Ia teringat semua
ucapan Pan Seok 11 tahun yang lalu, saat meyakinkan ibunya untuk bersaksi dan
bagaimana kemarahannya saat Pan Seok tak melindungi saksi dengan baik.
Ada telepon masuk, dari seseorang
yang dinamai S di handphone Dae Gu. Pada orang itu, Dae Gu berkata kalau ia
sudah menerima dokumen itu dan Detektif Pan Seok tak mengenalinya. “Walau, ada
yang cukup menggangguku karena ada orang bodoh yang juga pernah tinggal di
Masan, berada dalam satu tim denganku.”
Dae Gu membuka dokumen yang
barusan ia terima. Kasus Pembunuhan Guru Sekolah Masan. Ia membuka helai
demi helai. Di halaman pertama, ada fotonya saat SMP, setelah kejadian
pembunuhan malam itu. Di halaman berikutnya, foto ibunya yang sudah menjadi
mayat.
Tak tahan, ia menutup dokumen itu kembali.
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih telah membaca blog saya